Ilustrasi. Ahli memetakan tiga model penularan virus corona dalam dua tahun mendatang. (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
LENSAPANDAWA.COM –
Ahli dari Universitas Minnesota Amerika Serikat dan Universitas Harvard memprediksi tiga model skenario penularan Covid-19 akibat infeksi virus corona SARS-CoV-2 dalam dua tahun mendatang.
Prediksi ini dilakukan dengan menggunakan tiga pemodelan. Tiga pemodelan ini menunjukkan pandemi akan terus berlangsung selama lebih dari 18 bulan hingga 24 bulan mendatang.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah infeksi global akan mencapai 10 juta pada minggu depan atau pada awal Juni.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus baru-baru ini memperingatkan jumlah kasus baru yang dilaporkan meningkat secara siginfikan dari bulan pertama kasus Covid-19.
“Pada bulan pertama wabah ini, kurang dari 10 ribu kasus dilaporkan ke WHO. Pada bulan lalu, hampir empat juta kasus telah dilaporkan,” kata Tedros.
[Gambas:Twitter]
Skenario pertama
Melansir laporan Universita Minnesota, terdapat tiga skenario dalam studi ini. Skenario pertama memprediksi serangkaian gelombang kecil pandemi yang terjadi berulang kali setelah gelombang pertama yang terjadi saat ini.
Gelombang yang lebih kecil itu akan mulai dalam waktu dekat dan berlanjut selama 12 hingga 24 bulan ke depan. Studi memprediksi secara bertahap kasus Covid-19 berkurang pada tahun 2021. Skenario ini bernama Peaks and Valleys.
Dilansir dari NZHerald, skenario ini bergantung pada jumlah tingginya kasus puncak pada setiap gelombang. Peneliti mengatakan skenario ini memerlukan pemulihan kembali secara berkala dan relaksasi selanjutnya dari tindakan mitigasi selama satu atau dua tahun berikutnya.
“Terjadinya gelombang ini dapat bervariasi secara geografis dan mungkin tergantung pada tindakan mitigasi apa yang ada,” tulis studi dari University of Minnesota.
Skenario kedua
Skenario kedua adalah Fall Peak yang disebut sebagai skenario terburuk. Skenario ini dapat terjadi di belahan Bumi utara pada musim gugur dari September hingga Desember.
Studi menuliskan skenario ini mirip dengan apa yang terjadi selama pandemi Flu Spanyol yang terjadi pada 1918 dan 1919. Pandemi tersebut menyediakan model yang serupa dengan Covid-19.
Model ini mirip berdasarkan belum adanya vaksin setidaknya hingga 2021, banyaknya jumlah orang tanpa gejala, hingga penularan Covid-19 yang sangat mudah.
Setidaknya ada seperempat pasien Covid-19 yang tidak menunjukkan gejala sama sekali. Mudahnya tingkat penularan juga menjadikan pandemi Flu Spanyol menjadi model yang tepat sebagai perbandingan.
Skenario ketiga
Dilansir dari NewstalkZB, skenario ketiga dinamakan Slow Burn. Skenario ini disebut belum pernah terjadi di pandemi-pandemi yang telah terjadi. Skenario ini menjelaskan kemungkinan adanya penularan dan peningkatan kasus pada gelombang pertama, namun tanpa adanya pola gelombang yang jelas.
Sementara pola ketiga ini tidak terlihat dengan pandemi influenza sebelumnya, itu tetap merupakan kemungkinan untuk Covid-19.
“Skenario ketiga ini kemungkinan tidak akan membutuhkan pemulihan langkah-langkah mitigasi, meskipun kasus dan kematian akan terus terjadi,” kata penelitian.
Oleh karena itu, apapun skenario yang terjadi, penelitian mengatakan dunia harus siap menghadapi kasus Covid-19 setidaknya 18 hingga 24 bulan ke depan.
Pelajaran lain dari pandemi flu Spanyol di AS adalah efektivitas langkah-langkah jarak sosial, dan bahaya membuka protokol-protokol kesehatan yang terlalu cepat.
Kota-kota mengalami lonjakan infeksi saat mencabut larangan jarak sosial ketika kurva terlihat melandai.
Universitas Johns Hopkins di Baltimore, Maryland mengungkapkan butuh 100 hari kasus Covid-19 di dunia mencapai angka satu juta, tetapi hanya butuh waktu enam hari bagi Covid-19 untuk meningkatkan jumlah kasus dari delapan juta menjadi sembilan juta.
(jnp/eks)