Uskup Agung Semarang dorong umat jadi pribadi yang transformatif

0
160
Uskup Agung Semarang dorong umat jadi pribadi yang transformatifPemimpin tertinggi umat Katolik Keuskupan Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko. (ANTARA/HO/Komisi Komsos KAS)

LENSAPANDAWA.COM – Uskup Agung Semarang Monsinyur Robertus Rubiyatmoko mendorong umat Katolik setempat membangun kehidupan baru menjadi pribadi yang transformatif terkait dengan perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 untuk mendukung terwujudnya peradaban kasih di Indonesia.

"Saya mengajak dan mendorong Anda semua untuk menjadi pribadi yang transformatif, pribadi yang selalu berubah dan berdaya ubah, demi terwujudnya peradaban kasih di Indonesia tercinta ini," katanya dalam keterangan yang dikeluarkan melalui Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang, diterima di Magelang, Selasa.

Ia mengharapkan perayaan Natal menjadikan umat Katolik, terutama di keuskupan setempat, menjadi pribadi-pribadi yang mampu membawa perubahan dalam hidup bersama.

"Hingga masing-masing dari kita menjadi sahabat bagi yang lain," kata Ruby yang memimpin umat Katolik dengan wilayah sebagian Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

Dia mencontohkan tentang daya ubah dialami manusia sebagaimana kisah dalam kitab suci mengenai sosok Zakheus dan Paulus. Perjumpaan mereka dengan Yesus mengubah diri dan orientasi hidup mereka.

Ia menyebut pribadi yang transformatif terbuka untuk perubahan, yakni siap untuk diubah, siap untuk berubah, dan siap untuk mengubah.

Transformasi, ujarnya, akan terjadi juga dalam diri umat manakala perjumpaan dan iman kepada Yesus Kristus berdaya ubah terhadap orang lain dan lingkungan masing-masing.

Dia mengatakan bahwa salah satu wujud konkret terjadinya perubahan adalah terciptanya kehidupan bersama yang diwarnai oleh persaudaraan, di mana masing-masing menjadi sahabat bagi semua.

Keadaan itu, katanya, sesuai dengan harapan Deklarasi Persaudaraan yang disepakati Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed Al-Tayeb, di Abu Dhabi, 4 Februari 2019.

Ia mengemukakan pentingnya umat menampakkan jati diri menjadi pribadi yang transformatif.

Istilah "transformatif", katanya, sudah dimunculkan dalam Tema Ardas (Arah Dasar) KAS 2016-2020, "Membangun Gereja yang insklusif, inovatif, dan transformatif demi terwujudnya peradaban kasih di Indonesia”.

Pribadi yang transformatif, katanya, menyangkut upaya umat menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa berubah hingga berbuah berkah yang melimpah.

"Hal ini ditempuh dengan senantiasa berbenah, melakukan yang baik dan yang lebih baik. Maka menjadi pribadi yang transformatif tidak lain berarti menjadi pribadi yang senantiasa berubah dengan berbenah hingga berbuah berkah," katanya pula.

Ia juga mengingatkan umat untuk bersyukur karena berkat Tuhan melimpah sepanjang 2019.

Umat Katolik KAS, katanya, juga pantas bersyukur kepada Tuhan karena telah diperkenankan menjalani Tahun Pastoral 2019 yang berfokus pada tema "Umat Allah KAS Mewujudkan Kesejahteraan Umum dalam Masyarakat Multikultural".

Dengan fokus pastoral itu, katanya, umat telah berupaya bersama seluruh masyarakat menciptakan kondisi hidup bersama yang memungkinkan pribadi-pribadi dan kelompok masyarakat mencapai kepenuhan martabatnya sebagai manusia, di mana salah satu "buahnya" berupa pemilu yang lancar, aman, dan damai, serta melahirkan para wakil rakyat dan presiden-wakil presiden.

Mereka, katanya, para pelayan masyarakat yang dipercaya rakyat untuk membawa bangsa mewujudkan cita-cita, yaitu hidup sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia serta semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Ia menyebut bahwa tentang pesan Natal oikumene yang disusun secara bersama oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) berjudul "Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang".

"Kita memohon kepada Tuhan berkat dan perlindungan-Nya agar perayaan Natal ini juga dapat terlaksana dengan penuh kedamaian, aman, dan lancar," katanya lagi.

Dia pun mengajak umat Katolik setempat dapat hadir di tengah masyarakat dan menjadi sahabat bagi semua orang.

"Menjadi sahabat berarti 'dadi sedulur' bagi orang lain. Dengan cara demikian kita semakin dapat merasakan dan mengalami persaudaraan yang diwarnai oleh sikap saling pengertian, rasa hormat, dan belas kasih (welas asih). Dalam suasana ini toleransi pun akan bertumbuh dalam masyarakat, bangsa, dan negara kita," katanya pula.

Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here