WHO Koordinasi Tes Darah untuk Deteksi Antibodi Virus Corona

0
157
WHO Koordinasi Tes Darah untuk Deteksi Antibodi Virus CoronaIlustrasi vaksin corona. (Istockphoto/ Scyther5)

LENSAPANDAWA.COM – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan betapa pentingnya tes darah terhadap pasien terjangkit virus corona (SARS-CoV-2) secara global untuk mengetahui ada antibodi virus ini. Pengujian sampel global yang dinamakan ‘Solidarity II’ ini akan melibatkan enam negara di seluruh dunia. Dengan mengetahui jumlah kasus corona, termasuk yang ringan, akan membantu penurunan tingkat kematian Covid-19 pada seluruh kelompok umur.

Pengujian sampel global juga akan membantu pembuat kebijakan memutuskan durasi penutupan maupun karantina.

“Ini adalah jawaban yang kami butuhkan, dan kami membutuhkan jawaban yang tepat untuk menggerakkan kebijakan,” kata Direktur Eksekutif WHO untuk keadaan darurat kesehatan, Michael Ryan.


Tes yang telah dilakukan mengidentifikasi hampir 1 juta kasus Covid-19 di seluruh dunia. Akan tetapi, kurangnya alat tes menyebabkan banyak kasus, khususnya dengan gejala ringan tak terdeteksi.

Tes antibodi dapat membantu memberikan data yang lebih tentang penyebaran virus yang sebenarnya. Sebab tes juga dapat mendeteksi apakah seseorang pernah terinfeksi di masa lalu, dan telah memiliki antibodi yang melindungi dirinya dari virus corona.

Solidarity II adalah langkah terakhir yang dilakukan WHO untuk mengumpulkan data antibodi sebanyak dan secepat mungkin. Sebab, pertama, WHO bekerja dengan para peneliti di sejumlah negara yang memiliki wabah signifikan untuk mengumpulkan petunjuk tentang berapa banyak orang yang memiliki antibodi terhadap virus.

Studi-studi itu “sangat penting untuk memahami wabah Covid-19. Akan tetapi setiap negara memiliki metode yang berbeda satu sama lain.

Kedua, WHO telah menerbitkan beberapa protokol standar untuk pendeteksi awal corona, termasuk studi antibodi. Sehingga berbagai negara dan tim dapat menggabungkan data mereka untuk menarik kesimpulan yang lebih signifikan.

WHO membantu negara dan tim peneliti menyesuaikan protokol dengan kondisi lokal mereka, mengumpulkan persetujuan etis, dan melaksanakan segala tes,

Studi tersebut dapat menyelesaikan pertanyaan terkait anak-anak dan remaja yang tak terdeteksi corona karena mereka memiliki gejala ringan. Hal ini membuat semakin sulit pendeteksian karena tak terinfeksi di awal wabah.

Informasi itu sangat penting untuk memberikan informasi seberapa besar penyebaran virus di sekolah dan pusat penitipan anak. Studi tersebut mungkin juga memberikan petunjuk tentang berapa persen populasi yang sudah memiliki kekebalan atau antibodi terhadap virus.

Ilmuwan AS Klaim Buat Vaksin Hasilkan Antibodi Bunuh Corona

Ilmuwan Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh Amerika Serikat (AS) mengklaim telah menemukan vaksin potensial untuk menghasilkan antibodi khusus yang dapat membunuh virus corona yang menyebabkan Covid-19. 
Vaksin itu disebut sudah melalui pengujian terhadap tikus. Vaksin yang diberikan melalui patch berukuran ujung jari telah menghasilkan antibodi dengan jumlah yang dianggap cukup untuk menetralkan virus. Dalam makalah penelitian yang diterbitkan di The Lancet, para ilmuwan mampu bertindak cepat dalam melakukan penelitian karena pernah melakukan penelitian terhadap virus corona yang menyebabkan SARS tahun 2003 dan MERS tahun 2004. “Kedua virus ini, yang terkait erat dengan SARS-CoV-2, mengajari kami bahwa protein tertentu yang disebut protein lonjakan, penting untuk mendorong kekebalan melawan virus. Kami tahu persis di mana untuk melawan virus baru ini,” kata profesor bedah di Pitt School of Medicine, Andrea Gambotto melansir Science Daily.

Peneliti mengklaim vaksin yang dinamakan PittCoVacc (Pittsburgh Coronavirus Vaccine) mengikuti pendekatan yang lebih mapan, menggunakan potongan-potongan protein virus yang dibuat di laboratorium untuk membangun imunitas dibandingkan dengan kandidat vaksin mRNA eksperimental yang baru saja memasuki uji klinis. Para peneliti juga menggunakan pendekatan baru untuk memberikan obat, yakni dengan array microneedle untuk meningkatkan potensi. Array adalah patch seukuran ujung jari yang terdiri dari 400 jarum kecil yang memberikan potongan protein lonjakan ke dalam kulit, tempat reaksi kekebalan terkuat. “Kami mengembangkan ini untuk membangun metode awal yang digunakan untuk memberikan vaksin cacar ke kulit, tetapi sebagai versi teknologi tinggi yang lebih efisien dan dapat direproduksi pasien ke pasien. Dan ini sebenarnya tidak menyakitkan, rasanya seperti Velcro,” ujar ketua dermatologi di Pitt’s School of Medicine Louis Falo. Ketika diuji pada tikus, PittCoVacc menghasilkan gelombang antibodi terhadap Covid-19 dalam waktu dua minggu setelah tusukan microneedle.

Meski belum diteliti dalam waktu panjang, peneliti mengatakan bahwa tikus yang mendapat vaksin MERS-CoV dapat menghasilkan tingkat antibodi yang cukup untuk menetralkan virus setidaknya selama satu tahun dan sejauh ini tingkat antibodi dari SARS Hewan yang divaksin -CoV-2 tampaknya mengikuti tren yang sama. Hal terpenting, kata para peneliti, adalah vaksin microneedle Covid-19 mempertahankan potensinya setelah disterilisasi secara menyeluruh dengan radiasi gamma. Hal itu dinilai langkah kunci menuju pembuatan produk yang cocok untuk digunakan pada manusia. Para peneliti saat ini sedang dalam proses mengajukan permohonan persetujuan Administrasi Makanan dan Obat AS untuk memulai uji klinis pada manusia fase I dalam beberapa bulan ke depan. “Pengujian pada pasien biasanya membutuhkan setidaknya satu tahun dan mungkin lebih lama,” kata Falo.

Melansir New York Post, peneliti menggunakan mengikuti pendekatan tradisional dari vaksin flu biasa dalam membuat vaksin untuk Covid-19. Mereka menggunakan potongan-potongan protein virus yang dibuat di laboratorium untuk membangun kekebalan atau antibodi. (jps/DAL)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here