Iklan tayangan televisi yang disponsori industri rokok di dalam rangkaian kereta rel listrik (KRL) Commuter Line. (ANTARA/YLKI)
LENSAPANDAWA.COM – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengemukakan kenaikan jumlah perokok pemula di Indonesia didorong oleh masifnya iklan rokok.
"Berdasarkan data riset kesehatan dasar 2018 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi merokok pada anak usia 10 hingga 18 tahun mencapai 9,1 persen atau sekitar delapan juta anak, naik jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai 7,2 persen. Mereka telah menjadi perokok aktif," katanya melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Pemerintah, ujarnya, menargetkan prevalensi merokok anak turun menjadi 5,4 persen sesuai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2019. Namun, sayangnya jumlah perokok pemula justru terus meningkat setiap tahun. "Iklan atau promosi rokok seharusnya sudah tidak ada lagi, karena merupakan produk beracun," katanya.
Selain itu, rokok merupakan produk yang dikenai cukai. Sesuai Undang-Undang nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai disebutkan bahwa produk atau barang yang dikenai cukai konsumsinya perlu dikendalikan peredarannya, diawasi, serta pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.
"Spirit dalam Undang-Undang Cukai itu produksi dan pemasaran barang kena cukai harus dibatasi. Barang yang kena cukai harus dikendalikan bukan dipromosikan," ujarnya.
Menurut dia, mempromosikan rokok sama saja bertentangan dengan semangat Undang-Undang Cukai, sehingga produk yang kena cukai tidak pantas secara etika dan tidak pantas secara undang-undang.
Ia menilai pengaturan pengendalian rokok di Indonesia saat ini masih lemah. Apalagi, peraturan terkait iklan rokok masih parsial sehingga mudah diakali oleh industri rokok.
Pengawasan iklan rokok terbatas, bahkan dalam digital atau internet belum diatur dengan pasti. Akibatnya, peredaran iklan rokok marak di dunia digital. Ini berdampak jangka panjang, sehingga anak-anak bisa saja menganggap rokok sesuatu yang normal bukan abnormal.
"Saat ini peredaran iklan rokok di Indonesia cukup marak. Sekali klik, kita buka link apa saja ada iklan rokok," ujarnya.
Untuk melindungi konsumen dari jeratan produk beracun dan menimbulkan adiktif diperlukan ketegasan. Oleh sebab itu, YLKI mendesak pemerintah melarang iklan rokok di internet untuk melindungi masyarakat dengan adanya kepastian hukum.
"Tak hanya di internet, iklan rokok juga perlu sepenuhnya dilarang, tidak ada iklan rokok di mana pun, dalam jenis apa pun, apalagi di olahraga," tuturnya.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.