Ilustrasi: Mata uang berbagai negara di dunia, mulai dari dolar AS, euro, yuan, yen, dan poun (REUTERS/Jason Lee)
LENSAPANDAWA.COM – Yuan China di luar negeri jatuh pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), dan mata uang safe-haven yen Jepang menguat karena penyebaran virus seperti pneumonia di China mengurangi selera terhadap aset-aset berisiko.
China melaporkan kematian keempat akibat virus korona baru ketika jumlah kasusnya terus meningkat. Pejabat AS juga mengonfirmasi kasus virus AS pertama pada Selasa (21/1/2020).
Saham-saham global jatuh ketika wabah itu menghidupkan kembali ingatan akan sindrom pernafasan akut yang parah (SARS) pada 2002-2003, virus korona lain yang merebak di China dan menewaskan hampir 800 orang dalam pandemi global.
"Anda mendapat yen yang lebih kuat, franc Swiss yang lebih kuat, dan penghindaran risiko mulai terjadi di semua hal," kata Kit Juckes, seorang analis di Societe Generale.
Dolar AS terakhir naik 0,60 persen terhadap yuan di perdagangan offshore atau luar negeri di 6,9073 per dolar AS.
Mata uang yang terkait dengan perdagangan dan pariwisata China juga ikut terseret turun. Dolar Australia jatuh ke level terendah dalam lebih dari sebulan di 0,6842 dolar AS.
Dolar AS melemah 0,35 persen terhadap mata uang safe-haven yen Jepang menjadi 109,79 yen per dolar AS.
Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ), juga sebelumnya mendorong perkiraan pertumbuhan ekonominya dan sangat optimis tentang prospek global, meskipun pihaknya mengatakan risiko yang sedang berlangsung berarti terlalu jauh untuk mempertimbangkan untuk mengurangi program stimulus besar-besaran.
Euro menghapus kenaikan sebelumnya terhadap dolar AS yang dipicu oleh data yang lebih baik dari perkiraan di wilayah tersebut.
Sebuah survei dari lembaga penelitian ZEW Jerman menunjukkan bahwa sentimen di antara investor Jerman pada Januari jauh lebih cerah daripada yang diperkirakan.
Mata uang tunggal juga sebelumnya didukung oleh ekspektasi bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) akan menawarkan pandangan yang lebih cerah tentang ekonomi ketika mereka menggelar pertemuan pada Kamis (23/1/2020).
“Kita bisa melihat optimisme sedikit lebih hati-hati di sana. Itu membuat orang sedikit lebih bersemangat tentang euro," kata Mazen Issa, ahli strategi senior valas di TD Securities di New York.
Euro terakhir turun 0,03 persen pada 1,1091 dolar AS, setelah sebelumnya naik ke 1,1118 dolar AS.
Sterling mendapat manfaat dari berita bahwa ekonomi Inggris menciptakan lapangan kerja pada tingkat tercepat dalam hampir satu tahun dalam tiga bulan hingga November, berpotensi merusak kasus pemotongan suku bunga bank sentral Inggris, Bank of England (BOE) minggu depan.
Pound Inggris terakhir naik 0,34 persen pada 1,3053 dolar AS.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.