Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (ANTARA/HO Kemenko Kemaritiman dan Investasi)
LENSAPANDAWA.COM – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mencabut larangan ekspor bijih (ore) nikel yang pekan lalu diterapkan sementara bagi perusahaan yang diduga melanggar aturan kuota ekspor.
Larangan ekspor bijih nikel dicabut bagi perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar aturan.
"Ya, sudah dicabut (larangan ekspornya) buat yang tidak melanggar," kata Luhut, di Jakarta, Kamis.
Namun, larangan ekspor bijih nikel masih akan tetap berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang diduga masih melakukan pelanggaran kuota ekspor.
Luhut mengaku dalam rapat koordinasi dengan sejumlah kementerian/lembaga terkait, pemerintah telah mengevaluasi sebagian perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran.
Kendati demikian, ia enggan menyebutkan jumlah perusahaan yang sudah bisa kembali melakukan ekspor.
Luhut menambahkan, masalah pelanggaran ekspor bijih nikel itu juga membuat pemerintah terus mendorong industri terintegrasi, sehingga diharapkan bisa memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi negara.
"Misalnya Freeport, kita temukan turunannya itu, itu bisa 10-15 kali nilai tambahnya. Tadi saya lapor ke Presiden untuk membuat industri terpadu untuk itu, sekarang sudah jalan," kata Luhut.
Meski evaluasi masih akan terus berjalan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku masih akan ada rapat lanjutan mengenai investigasi terhadap perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran.
"Senin (11/11) nanti kami akan bahas kelanjutan soal ekspor nikel ore. Nanti antara pemerintah, BKPM dan pengusaha nikel," ujar Bahlil singkat.
Pekan lalu, Luhut mengatakan kesepakatan yang diambil Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bersama terkait penghentian ekspor bijih mentah (ore) nikel hanya bersifat sementara sebelum sepenuhnya diberlakukan pada Januari 2020.
Penghentian ekspor ore nikel dilakukan setelah terdeteksi ada peningkatan kuota hingga tiga kali lipat sejak pengumuman percepatan larangan ekspor ore nikel pada awal September lalu.
Berdasarkan laporan yang diterima, rata-rata ekspor mencapai 100-130 kapal per bulan, jauh melebihi kapasitas normal sekitar 30 kapal per bulan.
Selain kapasitasnya yang berlebih, pelanggaran ekspor ore nikel juga dilakukan dengan memanipulasi kadar serta mengabaikan kewajiban pembangunan smelter yang menjadi kewajiban dalam UU.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.