Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat jumpa pers penetapan Bupati Indramayu Supendi sebagai tersangka, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/10/2019). (ANTARA/Benardy Ferdiansyah)
LENSAPANDAWA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara penetapan Bupati Indramayu Supendi (SP) sebagai tersangka suap pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat tahun 2019.
Selain Supendi, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Omarsyah (OMS), Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Wempy Triyono (WT), dan Carsa AS (CAS) dari unsur swasta.
"SP merupakan Bupati Indramayu yang baru beberapa bulan dilantik untuk menggantikan Bupati Kabupaten Indramayu periode 2016-2021 sebelumnya yang mengundurkan diri," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Basaria mengungkapkan Supendi diduga sering meminta sejumlah uang kepada Carsa yang merupakan kontraktor pelaksana proyek pekerjaan pada Dinas PUPR Kabupaten Indramayu.
"SP diduga mulai meminta sejumlah uang kepada CAS sejak Mei 2019 sejumlah Rp100 juta," ujar Basaria.
Selain itu, kata dia, Omarsyah, Wempy, dan Staf Bidang Jalan Dinas PUPR Indramayu Ferry Mulyono juga diduga menerima sejumlah uang dari Carsa.
"Pemberian uang dari CAS tersebut diduga terkait dengan pemberian proyek-proyek Dinas PUPR Kabupaten Indramayu kepada CAS. CAS tercatat mendapatkan tujuh proyek pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu dengan nilai proyek total kurang lebih Rp15 miliar yang berasal dari APBD Murni," katanya lagi.
Tujuh proyek pembangunan jalan dikerjakan oleh CV Agung Resik Pratama atau dalam beberapa proyek pinjam bendera ke perusahaan lain di Kabupaten Indramayu, yaitu pembangunan Jalan Rancajawad, pembangunan Jalan Gadel, pembangunan Jalan Rancasari.
Kemudian, pembangunan Jalan Pule, pembangunan Jalan Lemah Ayu, pembangunan Jalan Bondan-Kedungdongkal, dan pembangunan Jalan Sukra Wetan-Cilandak.
Pemberian yang dilakukan Carsa pada Supendi dan pejabat Dinas PUPR diduga merupakan bagian dari komitmen "fee" 5 sampai 7 persen dari nilai proyek.
"SP diduga menerima total Rp200 juta, yaitu Mei 2019 sejumlah Rp100 juta yang digunakan untuk THR, 14 Oktober 2019 sejumlah Rp100 juta yang digunakan untuk pembayaran dalang acara wayang kulit dan pembayaran gadai sawah," kata Basaria.
Kedua, Omarsyah diduga menerima uang total Rp350 juta dan sepeda, dengan rincian dua kali pada Juli 2019 sejumlah Rp150 juta, dua kali pada September 2019 sejumlah Rp200 juta, dan sepeda merek NEO dengan harga sekitar Rp20 juta.
"WT diduga menerima Rp560 juta selama lima kali pada Agustus dan Oktober 2019," ujar Basaria.
Ia menyatakan uang yang diterima Omarsyah dan Wempy diduga juga diperuntukkan kepentingan Supendi, pengurusan pengamanan proyek, dan kepentingan sendiri.
Sebagai penerima, Supendi, Omarsyah, dan Wempy disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Carsa disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.