Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (15/5/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit 350 juta dolar AS secara bulanan pada April 2020 di tengah pandemi COVID-19 yang berbanding terbalik dari Maret 2020 yang surplus 743 juta dolar AS. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
LENSAPANDAWA.COM – Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2020 diperkirakan akan berbalik menjadi surplus secara signifikan, dan menopang perbaikan defisit transaksi berjalan menjadi di bawah dua persen dari Produk Domestik Bruto tahun ini.
“Neraca perdagangan Mei diperkirakan akan mengalami surplus signifikan, sejalan dengan proyeksi BI yang memprakirakan defisit transaksi berjalan 2020 akan menurun menjadi di bawah dua persen Produk Domestik Bruto (PDB), dari prakiraan sebelumnya 2,5-3,0 persen PDB,” kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Pada April 2020, neraca perdagangan masih defisit 344,7 juta dolar AS karena ekspor yang sebesar 12,19 miliar dolar AS, lebih rendah dari impor 12,54 miliar dolar AS.
Nanang belum menjelaskan penyebab surplusnya neraca perdagangan pada Mei 2020. Namun, dia meyakini surplusnya neraca transaksi perdagangan mancanegara yang akan menurunkan defisit transaksi berjalan akan menjadi sentimen penguatan rupiah di tengah kekhawatiran pelaku pasar global dengan potensi terjadinya gelombang kedua pandemi COVID-19.
“Rupiah masih memiliki ruang menguat karena current account akan turun dan inflasi terjaga,” ujarnya.
Kurs rupiah pada Jumat sore ini, ditutup melemah 113 poin atau 0,81 persen menjadi Rp14.133 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.020 per dolar AS.
Sebelumnya, BI menjelaskan pelemahan rupiah pada akhir pekan ini hanya sementara. Pelemahan pada hari ini karena sentimen pasar global menyusul anjloknya pasar saham di Amerika Serikat. Kepanikan pasar terjadi di AS karena kekhawatiran terjadinya gelombang kedua wabah COVID-19. Virus corona telah menjangkiti sekitar dua juta orang di AS.
Nanang menegaskan Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas kurs rupiah dengan intervensi di pasar spot dan menyediakan likuiditas untuk pasar Domestik NDF. Bank sentral juga akan melakukan stabilisasi pasar Surat Berharga Negara (SBN) jika terjadi pelepasan yang masif oleh investor asing.
"Hal ini untuk mencegah pelemahan rupiah yang terlalu tajam yang bisa mengganggu kestabilan ekonomi dan sistem keuangan nasional," ujarnya.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.