Ilustrasi operator seluler. (Aditya Panji)
LENSAPANDAWA.COM – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan krisis ekonomi yang terjadi saat ini di Indonesia imbas pandemi virus corona (Covid-19) lebih parah dari krisis ekonomi yang terjadi pada 1998.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan sektor TIK, termasuk layanan digital dan telekomunikasi merupakan pemenang di tengah krisis ekonomi di Indonesia akibat pandemi virus corona Covid-19.
Penerapan Pembatasan Sektor Berskala Besar (PSBB) mengakibatkan adanya peningkatan traffic akibat belajar dan bekerja di rumah. Bahkan saat ini pemerintah juga mencanangkan mudik online. Hal-hal ini berkaitan erat dengan peningkatan traffic internet.
“Kalau kita lihat pemenang dan yang kalah, kalau saya lihat sektor ICT justru sedang menjadi sektor yang performanya meningkat dari platform digital ada e-commerce, dan data traffic dan lain lain,” ujar Fithra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (20/5).
Fithra mengatakan penurunan daya beli masyarakat atau tingkat konsumsi rumah tangga yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) tak berdampak besar pada peningkatan transaksi pembelian paket internet.
Belum lagi tatanan hidup normal baru (new normal) membuat banyak orang mulai mengonsumsi lebih banyak data internet untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
“Sektor TIK tetap diuntungkan adi meski daya beli turun karena efek shifting ini lebih besar dari efek kontraksi daya beli. Saya belum ada datanya. Tapi kalau lihat tren WFH dan social distancing, semuanya dilakukan via online, saya rasa sektor TIK ini paling tinggi peningkatannya dibanding sektor lain,” kata Fithra.
Fithra menjelaskan daya beli masyarakat memang menurun sekitar 20 persen hingga 30 persen. BPS mengungkapkan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2020 hanya 2,84 persen. Angka ini terpaut jauh dari periode yang sama tahun lalu, yakni 5,02 persen.
“Jadi daya beli masyarakat adalah salah satu hal, tapi di sisi lain penggunaan jasa internet ini kan lebih banyak penggunanya dari middle class. Mereka alami penurunan pendapatan secara relatif terhadap yang didapatkan dari tahun lalu,” kata Fithra.
Fithra mengatakan penurunan pendapatan masyarakat tak mengurangi permintaan konsumen atas kebutuhan internet akibat adanya pembatasan aktivitas di luar rumah.
“Tapi masalahnya sekarang ini terjadi shifting pekerjaan, sehingga saya rasa meski penurunan daya beli, tapi secara keseluruhan karena terjadi shifting ini ada terjadi peningkatan transaksi dan lalu lintas, ICT jadi sektor yang diuntungkan,” ujar Fithra.
Fithra menjelaskan bukti operator seluler untung adalah pemerintah menaikkan pajak atas barang-barang tidak berwujud (intangible goods).
“Karena pada akhirnya ada shifting ekonomi ke arah lebih penggunaan platform digital lebih tinggi, kalau tidak mana mungkin mereka mau mengenakan pajak ke sesuatu yang mengalami penurunan permintaan,” tutur Fithra.
Di sisi lain, Fithra tak menampik bahwa penyedia jasa internet (ISP) yang sangat bergantung dengan pasar korporat bisa terdampak akibat pandemi Covid-19 ini.
“Ya jelas terganggu, yang sektor worst hit itu saja sampai ada yang bangkrut hingga layoff pekerjanya secara signifikan,” tutur Fithra.
Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) sempat mengatakan 82 persen ISP anggotanya bergantung pada segmen korporat. 54 persen ISP bahkan hanya memiliki pelanggan korporat, bukan retail.
Sementara itu, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengatakan mayoritas anggotanya adalah perusahaan ISP kecil yang notabene hidup dari model bisnis Business to Business (B2B) atau segmen korporat.
Lebih dari 50 persen dari anggota APJII, bisnis mereka bertumpu untuk melayani sektor bisnis lain (business to business/ B2B) seperti perkantoran dan hotel.
Banyak hotel dan kantor berhenti beroperasi dan mengalihkan aktivitas pekerjaan di rumah. Tingkat okupansi hotel pun rendah, yang ikut mempengaruhi pemasukan hotel.
Sebelumnya, operator seluler Indonesia mengatakan kenaikan traffic internet di kala pandemi Covid-19 belum tentu menaikkan pendapatan operator.
Sebab operator mengeluarkan banyak biaya tambahan untuk memastikan kualitas jaringan internet, tak hanya itu operator juga memberikan banyak kuota gratis, salah satunya untuk akses layanan pendidikan digital. (jnp/DAL)