Ilustrasi. (STR / AFP)
LENSAPANDAWA.COM – Situs FlightRadar24 menyebut lalu lintas penerbangan di berbagai bandara tersibuk China turun lebih dari 80 persen sepanjang Februari. Bandara-bandara di China ini nyaris lumpuh akibat pandemi virus corona SARS-Cov-2 di negara itu.
Namun, peningkatan penerbangan kembali menanjak tipis pada awal pekan Maret. Namun, peningkatan ini masih 61 persen di bawah normal. Minggu kedua Maret, penerbangan di China semakin menunjukkan peningkatan.
Menurut data yang dikumpulkan FlightRadar24, pada Rabu pekan lalu (11/3), hanya terdapat 5.991 penerbangan dari dan ke bandara di China. Padahal pada Tahun Baru, terdapat 14.510 penerbangan ke negeri itu.
Angka penerbangan makin parah pada Februari ketika virus makin menjadi di China. Pada 18 Februari hanya ada 1.868 pesawat yang berangkat dari bandara di China, seperti tertulis di laman FlightRadar24.
FlightRadar24 adalah perusahaan yang memberikan layanan pemantauan penerbangan yang bisa diakses pengguna secara online.
“Penurunan penerbangan komersial ke China dimulai pada minggu ketiga bulan Januari dan berlanjut hingga Maret,” jelas Ian Petchenik dari FlightRadar24.
Menurutnya, pengurangan penerbangan ini lantaran berkurangnya penumpang ke China akibat wabah virus SARS-COV-2. Selain itu, larangan perjalanan dari sejumlah negara di Amerika Serikat (AS) dan Eropa ikut memperparah kondisi ini.
Selain itu, data FlightRadar24 menunjukkan bahwa penerbangan ke China dari bandara utama seperti Bandara Heathrow di Inggris dan Hartsfield-Jackson Atkanta AS, turun tujuh kali lipat sejak Januari-Maret 2020.
Lalu, maskapai Milan Malpensa pada 13 Maret lalu hanya melaksanakan 25 dari 259 penerbangan. Dua hari kemudian tepatnya tanggal 15 Maret, maskapai hanya melaksanakan 16 dari 231 penerbangan.
“Ini adalah pengurangan kapasitas terbesar dalam sejarah maskapai, yang menyebabkan semua bandara akan terkena dampak,” tutur Profesor Pere Suau-Sanchez dari Universitas Terbuka Catalonia, dikutip Wired.
Melansir Business Insider, turunnya angka penerbangan ini berpotensi membuat lebih dari 50 persen maskapai di dunia terancam gulung tikar dalam dua bulan ke depan.
“Sebagai dampak dari larangan terbang beberapa pemerintah dunia, berbagai maskapai mungkin telah menuju kebangkrutan teknis, atau setidaknya kesulitan membayar utang,” jelas Pusat Penerbangan CAPA yang berbasis di Australia.
[Gambas:Video CNN]
Menurut lembaga itu, hal itu bisa terjadi jika Covid-19 belum dapat ditangani dalam 3 bulan ke depan. Sebab, larangan dan penundaan penerbangan akan cepat menguras keuangan maskapai.
Tercatat, beberapa perusahaan maskapai terpaksa merumahkan pekerja dan berebut mempertahankan pendapatan di tengah penurunan permintaan.
Akibatnya, karyawan pun diminta mengambil cuti sukarela tak berbayar. Sedangkan gaji pegawai senior eksekutif dipotong.
Tiga aliansi maskapai global terbesar, yakni Oneworld, SkyTeam, dan Star Alliance, mendesak pemerintah untuk mengevaluasi semua cara yang memungkinkan guna membantu industri ini akibat pandemi Covid-19.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.