Sejumlah buruh dari berbagai serikat buruh di Jawa Tengah membawa poster saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (2/10/2019). Dalam aksi damai itu massa menyuarakan empat tuntutan kepada pemerintah, yakni menolak kenaikan iuran BPJS, menolak revisi UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menolak upah murah, dan meminta penetapan UMK Jateng 2020 sesuai KHL 2019. ANTARA FOTO/Aji Styawan/ama.
LENSAPANDAWA.COM – Upah Minimum Provinsi 2020 akan naik sebesar 8,15 persen, hal itu merujuk surat edaran Menteri Ketenagakerjaan nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 pada Kamis, 17 Oktober 2019.
Nilai 8,15 persen tersebut disyaratkan sesuai dengan data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2020.
Berdasarkan Surat Kepala BPS RI Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 Tanggal 2 Oktober 2019 inflasi nasional sebesar 3,39 persen, dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,12 persen.
Sehingga kenaikan UMP dan UMK 2020 berdasarkan data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional adalah 8,51 persen.
Upah minimum yang ditetapkan tersebut harus sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam menetapkan upah minimum haruslah dengan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi.
"Gubernur menetapkan Upah Minimum Provinsi dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi," tulisnya dalam butir kedua surat tersebut.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan dan mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) secara serentak pada 1 November 2019.
Sementara itu, Hanif menyebut ada tujuh provinsi yang harus menyesuaikan UMP dengan nilai kebutuhan hidup layak, antara lain Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara.
Bagi kepala daerah yang tidak melaksanakan hal tersebut akan mendapatkan sanksi administrasi berupa teguran tertulis oleh menteri.
Jika teguran tertulis sudah dilayangkan dua kali berturut-turut namun kepala daerah belum juga melaksanakannya, maka kepala daerah akan dihentikan sementara selama tiga bulan.
Selanjutnya juga kepada daerah yang telah diberhentikan sementara tersebut tidak juga menindaklanjuti program tersebut maka yang bersangkutan akan diberhentikan sebagai kepala daerah.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.